INSEMINASI BUATAN DALAM PANDANGAN ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan modern dan teknologi kedokteran
dan biologi yang canggih, maka teknologi bayi tabung juga dengan pesat,
sehingga kalau teknologi bayi tabung ini ditangani oleh orang-orang yang kurang
beriman dan bertakwa, dikhawatirkan dapat merusak peradaban umat manusia, bisa
merusak nilai-nilai agama, moral, adan budaya bangsa, serta akibat-akibat yang
negatif lainnya yang tidak terbayangkan oleh kita sekarang ini. Sebab apa yang
bisa dihasilkan dengan teknologi, belum tentu bisa diterima dengan baik menurut
agama, etika, dan hukum yang hidup di masyarakat.
Ada beberapa teknik inseminasi buatan yang telah dikembangkan di dunia
kedoteran, antara lain ialah :
1.
Fertilazation in Vitro (FIV) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum
istri kemudian diproses di vitro (tabung), dan setelah terjadi pembuahan, maka
segera ditanam di saluran telur (tuba palupi).
2.
Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan
ovum istri, dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanam
di saluran telur (tuba palupi).
Teknik kedua ini
lebih alamiah dari pada teknik pertama, sebab sperma hanya bisa membuahi ovum
di tuba palupi setelah terjadi ejakulasi (pancaran mani) melalui hubungan seksual.
Masalah bayi
tabung/inseminasi buatan telah banyak dibicarakan dikalangan Islam dan di luar
kalangan Islam, baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional.
Misalnya Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam muktamarnya tahun 1980 mengharamkan
bayi tabung dengan donor sperma. Lembaga Fiqh Islam OKI (organisasi Konferensi
Islam) mengadakan sidang di Amman pada tahun 1986 untuk membahas beberapa
teknik inseminasi buatan/bayi tabung, dan mengharamkan bayi tabung dengan
sperma dan/atau ovum donor.
B.
RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, adapun rumusan masalah yang
akan dibahas adalah :
1. Apa pengertian inseminasi buatan?
2. Apa motivasi dilakukannya
inseminasi buatan ?
3. Bagaimana hukum inseminasi buatan
dalam pandangan islam ?
4. Bagaimana inseminasi buatan atau
kawin suntik pada hewan ?
C.
TUJUAN PENULISAN
Dari rumusan masalah tersebutdiharapkan bisa mencapai
tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa itu
inseminasi buautan
2. Untuk mengetahui sebab
dilakukannya inseminasi buatan
3. Untuk mengetahui hukum inseminasi menurut
pandangan islam
4. Untuk mengetahui inseminasi pada
hewan
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN INSEMINASI
BUATAN
Inseminasi buatan merupakan terjemahan dari istilah Inggris, yaitu Artificial
Insemination. Dalam bahasa Arab disebut dengan al-talqih al-shina’iy (التلقيح الصناعي). Dalam bahasa
Indonesia orang menyebutnya dengan pemanian buatan, pembuahan buatan, atau
penghamilan buatan.
Dra. Djamalin Djanah memberikan pengertian, bayi tabung/ inseminasi buatan
adalah “pekerjaan memasukan mani ke dalam rahim (kandungan) dengan menggunakan
alat khusus dengan maksud terjadinya pembuahan.” Dr. H. Ali Akbar
mendefinisikannya: “ Memasukkan sperma ke alat kelamin perempuan tanpa
persetubuhan untuk membuahi telur atau ovum wanita.”
Dari dua definisi diatas, dapat diambil dua pengertian bahwa inseminasi
buatan adalah suatu cara atau teknik untuk memperoleh kehamilan tanpa melalui
persetubuhan (coitus).
Kemudian yang dimaksud dengan bayi tabung (test tube baby) yang kita kenal
adalah bayi yang didapatkan melalui proses pembuahan yang dilakukan di luar
rahim sehingga terjadi embrio tidak secara alamiah, melainkan dengan bantuan
ilmu kedokteran.
Dalam kehidupan modern dewasa ini ada kemungkinan seorang istri
menghamilkan suatu benih laki-laki bukan melalui jalur biasa yaitu melalui
hubungan kelamin. Tetapi melalui cara suntikan atau operasi, sehingga benih
laki-laki itu ditempatkan kedalam rahim istri (wanita) itu sampai dia
mengandung. Karena benih laki-laki disedot dari zakar laki-laki itu dan
disimpan lebih dulu dalam suatu tabung, maka kehamilan seperti itulah yang
disebut kehamilan bayi tabung.
B. MOTIVASI DILAKUKAN
INSEMINASI BUATAN
Hal yang wajar bilamana pasangan
suami isteri yang mandul berusaha dengan segala daya dan upaya serta
kemampuannya yang ada, agar dapat memperoleh anak, mengingat begitu penting
anak, baik bagi kesenangan duniawi maupun sebagai salah satu simpanan di
akhirat nanti.
Berkat kemajuan teknologi yang
canggih, khususnya dibidang kedokteran telah ditemukan cara penghamilan buatan
yang disebut inseminasi buatan yang sederhana, ilmiah dan mudah dilaksanakan
sebagai salah satu alternatif bagi pasangan yang mandul.
Namun untuk masa sekarang ini inseminasi buatan tidak hanya untuk menolong
pasangan yang mandul, tetapi juga mengandung motivasi lain yaitu :
1.
Untuk mengembangbiakkan manusia secara cepat.
2.
Untuk menciptakan manusia jenius, ideal sesuai keinginan.
3.
Alternatif bagi wanita yang ingin punya anak tetapi tidak mau menikah.
4.
Untuk percobaan ilmiah
C. HUKUM BAYI TABUNG / INSEMINASI
BUATAN MENURUT ISLAM
Mengkaji masalah bayi tabung dari segi hukum islam, maka harus dikaji dengn
memakai metode ijtihad yang lazim dipakai oleh para ahli ijtihad, agar hukum ijtihadi-nya
sesuai dengan prinsip-prinsip dan jiwa al Qur’an dan Sunnah yang menjadi
pegangan umat Islam.
Bayi tabung/inseminasi buatan apabila dilakukan dengan sperma dan ovum
suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain
termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi suami yang berpoligami), maka Islam
membenarkan, baik dengan cara mengambil sperma suami, kemudian disuntikkan ke
dalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan di luar
rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri, asal
keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara
inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami,
suami istri tidak berhasil memperoleh anak. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum
fiqh Islam. :
الْحَا جَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ
الضَّرُوْرَةِ وَ الضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ المَحْظُوْرَاتِ
Hajat (kebutuhan yang sangat
penting itu) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency). Padahal
keadaan darurat/terpaksa itu membolehkan melakukan hal-hal yang terlarang.
Sebaliknya, kalau
inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan atau ovum, maka
diharamkan, dan hukumnya sama dengan zina (prostitusi). Dan sebagai akibat
hukumnya, anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya
berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.
Dalil-dalil syar'i
yang dapat menjadi landasan hukum untuk mengharamkan inseminasi buatan dengan
donor, ialah sebagai berikut:
1. Al-Qur'an Surat
Al-Isra ayat 70
وَلَقَدۡ كَرَّمۡنَا بَنِيٓ ءَادَمَ وَحَمَلۡنَٰهُمۡ فِي
ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ وَرَزَقۡنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلۡنَٰهُمۡ عَلَىٰ
كَثِيرٖ مِّمَّنۡ خَلَقۡنَا تَفۡضِيلٗا ٧٠
“ Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami
angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”
Surat At-Tin ayat 4
لَقَدۡ
خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ فِيٓ أَحۡسَنِ تَقۡوِيمٖ
٤
“ Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya ”
Kedua ayat tersebut
menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai
kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan
Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa
menghormati martabatnya sendiri dan juga menghormati martabat sesame manusia.
Sebaliknya inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya merendahkan
harkat manusia (human dignity) sejajar dengan hewan yang diinseminasi.
2. Hadis Nabi
لاَيَحِلُّ لاِمْرِئٍ يُؤْمِنُ
بِاللّهِ وَالْيَوْمِ اْلاَخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ
Tidak halal bagi seseorang yang
beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman
orang lain (vagina istri orang lain). (Hadis riwayat Abu Daud, Al-Tirmidzi, dan Hadis ini dipandang sahih
oleh Ibnu Hibban).
Pada zaman imam-imam
mazhab masalah bayi tabung/inseminasi buatan belum timbul, sehingga kita tidak
memperoleh fatwa hukumnya dari mereka. Hadis tersebut bisa menjadi dalil untuk
mengharamkan inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum, karena kata
ma' ((ماء di dalam bahasa Arab
juga di dalam Al-Qur'an bisa dipakai untuk pengertian air hujan atau air pada
umumnya, seperti tersebut dalam Surat Thaha ayat 53; dan bisa juga untuk
pengertian benda cair atau sperma seperti pada Surat An-Nur ayat 45 dan
Ath-Thariq ayat 6.
3. Kaidah hukum Fiqh
Islam yang berbunyi :
دَرْءُ الْمَفَاسِدِمُقَدَّمٌ
عَلَى جَلْبِ الْصَالِحِ
Menghindari madarat (bahaya)
harus didahulukan atas mencari/menarik maslahah/kebaikan.
Kita dapat memaklumi
bahwa inseminasi buatan/bayi tabung dengan donor sperma dan atau ovum lebih
mendatangkan madaratnya daripada maslahahnya. Maslahahnya adalah bisa membantu
pasangan suami istri yang keduanya atau salah satunya mandul atau ada hambatan
alami pada suami dan/atau istri yang menghalangi bertemunya sel sperma dengan
sel telur. Misalnya karena saluran telurnya (tuba palupi) terlalu sempit atau
ejakulasinya (pancaran sperma) terlalu lemah. Namun, mafsadah/mudharat
inseminasi buatan/bayi tabung itu jauh lebih besar, antara lain sebagai berikut
:
a.
Percampuran nasab, padahal Islam sangat menjaga kesucian/kehormatan kelamin
dan kemurnian nasab, karena ada kaitannya dengan ke-mahram-an (siapa yang halal
dan siapa yang haram dikawini) dan kewarisan;
b.
Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam;
c.
Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi/zina, karena terjadi
pencampuran sperma dengan ovum tanpa perkawinan yang sah;
d.
Kehadiran anak hasil inseminasi buatan bisa menjadi sumber konflik di dalam
rumah tangga, terutama bayi tabung dengan bantuan donor merupakan anak yang
sangat unik yang bisa berbeda sekali bentuk dan sifat-sifat fisik dan
karakter/mental si anak dengan bapak-ibunya;
e.
Anak hasil inseminasi buatan/bayi tabung yang percampuran nasabnya
terselubung dan sangat dirahasiakan donornya adalah lebih jelek daripada anak
adopsi yang pada umumnya diketahui asal/nasabnya;
f.
Bayi tabung lahir tanpa proses kasih saying yang alami (natural), terutama
bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang harus menyerahkan bayinya kepada pasangan
suami istri yang punya benihnya, sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan
keibuan antara anak dengan ibunya secara alami (perhatikan Al-Qur'an Surat
Al-Ahqaf ayat 15).
Mengenai status/anak hasil inseminasi dengan donor sperma dan/atau ovum menurut
hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi.
Dan kalau kita perhatikan bunyi pasal 42 UU Perkawinan No. 1/1974: "Anak
yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang
sah"; maka tampaknya memberi pengertian bahwa bayi tabung/anak hasil
inseminasi dengan bantuan donor dapat dipandang pula sebagai anak yang sah,
karena ia pun lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Namun, kalau
kita perhatikan pasal-pasal dan ayat-ayat lain dalam UU Perkawinan ini,
terlihat bagaimana besarnya peranan agama yang cukup dominant dalam pengesahan
sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan
Secara ringkas, hukum teknik Bayi Tabung dan Inseminasi Buatan terhadap
manusia dapat dilihat pada table berikut ini :
No
|
Nama Teknik / Jenis Teknik
|
Sperma
|
Ovum
|
Media Pembuahan
|
Hukum
|
Alasan/Analogi hukum
|
1
|
Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis I
|
Suami
|
Isteri
|
Rahim Isteri
|
Halal
|
Tidak melibatkan
orang lain
|
2
|
Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis II
|
Suami
|
Isteri
|
Rahim orang lain/ titipan/ sewaan
|
Haram
|
Melibatkan orang lain dan dianalogikan dengan zina
|
3
|
Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis III
|
Suami
|
Orang lain/ donor/ bank ovum
|
Rahim Isteri
|
Haram
|
Melibatkan orang lain dan dianalogikan dengan zina
|
4
|
Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis IV
|
Suami
|
Orang lain/ donor/ bank ovum
|
Rahim orang lain/ titipan /sewaan
|
Haram
|
Melibatkan orang lain dan dianalogikan dengan zina
|
5
|
Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis V
|
Orang lain/ donor/ bank sperma
|
Isteri
|
Rahim Isteri
|
Haram
|
Melibatkan orang lain dan dianalogikan dengan zina
|
6
|
Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis VI
|
Orang lain/ donor/ bank sperma
|
Isteri
|
Rahim orang lain/ titipan/ sewaan
|
Haram
|
Melibatkan orang lain dan dianalogikan dengan zina
|
7
|
Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis VII
|
Orang lain/ donor/ bank sperma
|
Orang lain/ donor/ bank ovum
|
Rahim isteri sebagai titipan / sewaan
|
Haram
|
Melibatkan orang lain dan dianalogikan dengan zina
|
8
|
Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis VIII
|
Suami
|
Isteri
|
Isteri yang lain (isteri ke dua, ketiga atau keempat)
|
Haram
|
Melibatkan orang lain dan dianggap membuat kesulitan dan mengada-ada
|
9
|
Inseminasi Buatan dengan sperma suami (Arificial
Insemination by a Husband = AIH)
|
Suami
|
Isteri
|
Rahim Isteri
|
Halal
|
Tidak melibatkan orang lain
|
10
|
Inseminasi Buatan dengan sperma donor (Arificial Insemination by a
Donor = AID)
|
Donor
|
Isteri
|
Rahim Isteri
|
Haram
|
Melibatkan orang lain dan dianalogikan dengan zina
|
Dari table tampak
jelas bahwa teknik bayi tabung dan inseminasi buatan yang dibenarkan menurut
moral dan hukum Islam adalah teknik yang tidak melibatkan pihak ketiga serta
perbuatan itu dilakukan karena adanya hajat dan tidak untuk main-main atau
percobaan. Sedangkan teknik bayi tabung atau inseminasi buatan yang melibatkan
pihak ketiga hukumnya haram.
D.
INSEMINASI BUATAN ATAU KAWIN
SUNTIK PADA HEWAN
Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik
untuk memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan dan telah
diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat
kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut 'insemination
gun'.
Tujuan Inseminasi Buatan
Tujuan Inseminasi Buatan
1. Memperbaiki mutu genetika ternak
2. Tidak mengharuskan pejantan
unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya
3. Mengoptimalkan penggunaan bibit
pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama
4. Meningkatkan angka kelahiran
dengan cepat dan teratur
5. Mencegah penularan / penyebaran
penyakit kelamin.
Keuntungan Inseminasi Buatan (IB)
1.
Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan
2.
Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik
3.
Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding)
4.
Dengan peralatan dan teknologi yang baik sperma dapat simpan dalam jangka
waktu yang lama
5.
Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun
pejantan telah mati
6.
Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena
fisik pejantan terlalu besar.
Menghindari ternak
dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hu Tidak
dipungkiri lagi usaha-usaha peternakan dewasa ini banyak mencari cara untuk
memperbanyak jumlah ternak dalam waktu singkat dan mudah. Sehingga munculah
perkara-perkara baru yang sebelumnya tidak dikenal dalam sejarah manusia.
Diantara upaya yang
ada dewasa ini adalah kawin suntik yang dikenal dengan insenminasi buatan (IB).
Ada juga yang mendefiniskannya dengan suatu cara atau teknik untuk memasukkan
mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih
dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina
dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut ‘insemination gun‘.
Teknik modern untuk
inseminasi buatan banyak dikembangkan untuk industri ternak untuk tujuan
beragam diantaranya :
1.
Memperbaiki mutu genetika ternak;
2.
Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan
sehingga mengurangi biaya;
3.
Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam
jangka waktu yang lebih lama;
4.
Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur;
5.
Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.
Dahulu, untuk mencapai tujuan
diatas, sebagian orang menyewa pejantan yang berkualitas untuk jangka waktu
tertentu agar mengawini induk betina yang dimilikinya. Ini dikenal dalam bahasa
syari’at dengan “Asbu al-Fahl” sebagaimana disampaikan Imam Al-Bukhari
dari sahabat Abdullah bin Umar beliau berkata:
“Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam melarang ‘Asbu al-fahl” (HR Al-Bukhari)
Para ulama berbeda pendapat tentang pengertian ‘Asbu al-fahl,
ada yang menyatakan menjual sperma pejantan untuk mengawini betina dengan
kopulasi alami, maka ini termasuk jual beli. Ada juga yang menafsirkannya
dengan penyewaan pejantan untuk kawin dan ini termasuk sewa-menyewa.
Ibnu Hajar menyatakan dalam kitab Fathu Al-Baari: “Kesimpulannya, menjual
dan menyewakannya haram, karena tidak dapat dinilai dan diketahui jelas serta
tidak mampu diserahkan”.
Hal ini jelas karena pejantan yang dibeli spermanya atau disewa untuk
mengawini betina tesebut tidak jelas jumlah spermanya dan tidak pasti apakah
akan mengawininya atau tidak. Sehingga illah (sebab
pelarangan) adalah adanyagharar karena tidak jelas zat, sifat dan
ukuran spermanya serta tidak mampu diserah-terimakan.
Dengan demikian maka asal hukumnya adalah boleh, namun sebagian ulama
memakruhkannya karena menganalogikan hal ini kepada bekam atau hijamah.
Hukum ini berlaku tentunya melihat kembali prakteknya yang ada di daerah
saudara.
Seringkali kita jumpai, terutama di pedesaan, ada orang yang mempunyai sapi
betina namun tidak memiliki sapi pejantan. Oleh karena itu, dia perlu menyewa
sapi pejantan milik tetangganya dengan sejumlah upah tertentu. Perbuatan ini
adalah suatu hal yang terlarang, berdasarkan hadits berikut ini,
عَنِ ابْنِ عُمَرَ – رضى الله
عنهما – قَالَ نَهَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – عَنْ عَسْبِ الْفَحْل
Dari Ibnu Umar radhiallahu
‘anhuma, dia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang
sperma pejantan.” (HR. Bukhari, no. 2284)
Yang dimaksud dengan “melarang sperma pejantan” dalam hadits di atas
mencakup dua pengertian:
1.
Jual beli sperma pejantan.
2.
Uang sewa karena mengawini betina.
Ibnu Hajar mengatakan, “Apapun maknanya, memperjualbelikan sperma jantan
dan menyewakan pejantan itu haram karena sperma pejantan itu tidak bisa diukur,
tidak diketahui, dan tidak bisa diserahterimakan.” (Fathul Bari,jilid 6,
hlm. 60, terbitan Dar Ath-Thaibah, Riyadh, cetakan ketiga, 1431 H)
Ada beberapa alasan
sehingga hal ini dilarang :
1)
Objek transaksi (yaitu, sperma pejantan) itu tidak bisa diserahkan, karena
keluarnya sperma pejantan itu sangat tergantung dengan keinginan dan syahwat
pejantan.
2)
Objek transaksi (yaitu, sperma pejantan) itu memiliki kadar yang tidak
diketahui jumlahnya. (Zadul Ma’ad, juz 5, hlm. 705)
Syariat melarang jual
beli sperma pejantan, dengan tujuan agar pemilik hewan jantan mau meminjamkan
pejantannya dengan cuma-cuma. Dengan demikian, keturunan hewan yang diperlukan
(dalam hal ini adalah keturunan hewan penjantan, ed.) itu makin banyak, tanpa
membahayakan pemilik hewan pejantan dan tanpa mengurangi hartanya. Oleh sebab
itu, di antara sisi indah syariat adalah mewajibkan pemberian sperma pejantan
secara cuma-cuma.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari uraian diatas, dapatlah disampaikan kesimpulan dan saran sebagai
berikut :
1.
Inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum dari suami isteri sendiri dan
tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain (ibu titipan)
diperbolehkan Islam, jika keadaan kondisi suami isteri yang bersangkutan
benar-benar memerlukannya (ada hajat, jadi bukan untuk kelinci percobaan atau
main-main). Dan status anak hasil inseminasi macam ini sah menurut Islam.
2.
Inseminasi buatan dengan sperma dan/atau ovum donor diharamkan (dilarang
keras) Islam. Hukumnya ssama dengan zina dan anak yang lahir dari hasil
inseminasi macam ini/bayi tabung ini statusnya sama dengan anak yang lahir di
luar perkawinan yang sah.
3.
Pemerintah hendaknya melarang berdirinya Bank Nuthfah/Sperma dan Bank Ovum
untuk pembuatan bayi tabung, karena selain bertentangan dengan pancasila dan
UUD 1945, juga bertentangan dengan norma agama dan moral, serta merendahkan
harkat manusia sejajar dengan hewan yang diinseminasi tanpa perlu adanya
perkawinan.
4.
sperma dan ovum suami isteri yang bersangkutan tanpa ditransfer ke dalam
rahim wanita lain (ibu titipan), dan pemerintah hendaknya juga melarang keras
dengan sanksi-sanksi hukumannya kepada dokter dan siapa saja yang melakukan
inseminasi buatan pada manusia dengan sperma dan/atau ovum donor.Pemeritah
hendaknya hanya mengizinkan dan melayani permintaan bayi tabung dengan sel.
5.
Syariat melarang jual beli sperma pejantan, dengan tujuan agar pemilik
hewan jantan mau meminjamkan pejantannya dengan cuma-cuma. Dengan demikian,
keturunan hewan yang diperlukan (dalam hal ini adalah keturunan hewan
penjantan, ed.) itu makin banyak, tanpa membahayakan pemilik hewan pejantan dan
tanpa mengurangi hartanya. Oleh sebab itu, di antara sisi indah syariat adalah
mewajibkan pemberian sperma pejantan secara cuma-cuma.
DAFTAR PUSTAKA
·
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Kapita Selekta Hukum Islam), Jakarta
: PT. Toko Gunung Agung, 1996, hlm. 19-20
·
Safiudi Shidik, Hukum Islam Tentang Berbagai Persoalan Kontemporer,
Jakarta : PT. Intimedia Cipta Nusantara, 2004, hlm. 146-147
·
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah al-Haditsah (Pada Masalah-masalah
Kontemporer Hukum Islam), Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 1996, cet-I,
hlm. 70
·
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah al-Haditsah (Pada Masalah-masalah
Kontemporer Hukum Islam), Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 1996, cet-I,
hlm. 73
·
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Kapita Selekta Hukum Islam), Jakarta
: PT. Toko Gunung Agung, 1996, hlm. 21-26
·
http://saeful-anam.blogspot.co.id/2011/04/inseminasi-buatan.html
Komentar
Posting Komentar